Rabu, 18 Desember 2013

BAB ISTIGOSAH


.   ISTIGHATSAH
Istighatsah adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis mereka itu
hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap Syariah Islam. Pada hakekatnya
memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan
selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah
swt, tak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat, karena bila seseorang mengatakan
ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru 76 kenalilah akidahmu 2
dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata, karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal
dari Allah swt. Maka kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan
mudharrat kecuali dengan izin Allah swt, ketika seseorang berkata bahwa orang mati tak
bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah
jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian
adalah mustahilnya manfaat, padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah, dan kekuasaan
Allah tidak bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokterlah yang bisa menyembuhkan dan tak
mungkin kesembuhan datang dari selain dokter, maka ia telah membatasi Kodrat Allah swt
untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter, namun tak mustahil dari petani,
atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan
ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup, sungguh peradaban manusia,
tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain sebagainya. Kesemua para
pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat dari mereka, muslim dan
non muslim, seperti teori Einstein dan teori – teori lainnya, kita masih mengambil manfaat
dari yang mati hingga kini, dari ilmu mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari
perjuangan mereka, Cuma bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya,
namun para shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan
amal shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.
Rasul saw memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau saw : “Sungguh matahari
mendekat di hari kiamat hingga keringat sampai setengah telinga, dan sementara mereka
dalam keadaan itu mereka ber-istighatsah (memanggil nama untuk minta tolong) kepada
Adam, lalu mereka ber-istighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu
berbuat apa - apa, lalu mereka ber-istighatsah kepada Muhammad saw” (Shahih Bukhari
hadits No.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim hadits No.194,
Shahih Bukhari hadits No.3162, 3182, 4435, dan banyak lagi hadist - hadits shahih yang
Rasul saw menunjukkan ummat manusia ber-istighatsah pada para Nabi dan Rasul. Bahkan
riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam, Wahai Adam, sungguh
engkau adalah ayah dari semua manusia.. dst.. dst...dan Adam as berkata : “Diriku..diriku..,
pergilah pada selainku.., hingga akhirnya mereka ber-istighatsah memanggil – manggil kenalilah akidahmu 2 77
Muhammad saw, dan Nabi saw sendiri yang menceritakan ini, dan menunjukkan beliau tak
mengharamkan istighatsah.
Maka hadits ini jelas – jelas merupakan rujukan bagi istighatsah, bahwa Rasul saw menceritakan
orang – orang ber-istighatsah kepada manusia, dan Rasul saw tak mengatakannya syirik,
namun  jelaslah istighatsah di hari kiamat ternyata hanya untuk Sayyidina Muhammad saw.
Demikian pula diriwayatkan bahwa dihadapan Ibn Abbas ra ada seorang yang keram kakinya,
lalu berkata Ibn Abbas ra : “Sebut nama orang yg paling kau cintai..!”, maka berkata orang
itu dengan suara keras.. : “Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya
(diriwayatkan oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam Tabrani dengan
sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam Nawawi pada Al Adzkar.
Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan musyrik pada orang yang
memanggil nama seseorang saat dalam keadaan tersulitkan, justru Ibn Abbas ra yang
mengajari hal ini.
Kita bisa melihat kejadian Tsunami di Aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air laut
yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300 km dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka
tak menyentuh masjid tua dan makam makam shalihin, hingga mereka yang lari ke makam
shalihin selamat. Inilah bukti bahwa istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau
tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam – makam shalihin itu terdapat benteng yang tak
terlihat membentengi air bah itu, yang itu sebagai isyarat Illahi bahwa demikianlah Allah
memuliakan tubuh yang taat pada-Nya swt, tubuh – tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan
benteng untuk mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
Rahmat dan Perlindungan-Nya swt kepada mereka mereka yang berlindung dan lari ke
makam mereka.
Kesimpulannya : mereka yang lari berlindung pada hamba – hamba Allah yang shalih
mereka selamat, mereka yang lari ke masjid – masjid tua yang bekas tempat sujudnya orang
– orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan mobilnya tidak selamat,
mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat..
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindungan-Nya
swt? kenapa bukan orang yang hidup? kenapa bukan gunung? kenapa bukan perumahan?.78 kenalilah akidahmu 2
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin.
Walillahittaufiq
II.11.   WAJIBKAH BERMADZHAB
Mengenai keberadaan negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian
guru – guru kita dan guru – guru dari guru - guru kita, sanad guru mereka jelas hingga
Imam Syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga Rasul saw.
Bukan sebagaimana orang – orang masa kini yang mengambil ilmu dari buku terjemahan
atau menggunting dari internet lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya. Anda
benar, bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di Makkah misalnya, maka
madzhab disana kebanyakan Hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki,
selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain
sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yang gemar mencari yang aneh dan beda,
tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yang lain,
hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.
Memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih (shariih : jelas). Namun
bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi
fahuwa wajib, yaitu apa – apa yang mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yang
wajib, menjadi wajib hukumnya.
Misalnya kita membeli air, apa hukumnya? tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat
fardhu tapi air tidak ada, dan yang ada hanyalah air yang harus beli, dan kita punya uang,
maka apa hukumnya membeli air? dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu
untuk shalat yang wajib.
Demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak
mengetahui samudera syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya
Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yang ada di
Imam - Imam Muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib, karena kita tak bisa
beribadah hal - hal yang fardhu atau wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu,
maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.kenalilah akidahmu 2 79
Sebagaimana suatu contoh kejadian ketika Zeyd dan Amir sedang berwudhu, lalu keduanya
ke pasar, dan masing - masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita,
lalu keduanya akan shalat, maka Zeyd berwudhu dan Amir tak berwudhu. Ketika Zeyd
bertanya pada Amir, mengapa kau tak berwudhu? bukankah kau bersentuhan dengan wanita?
maka amir berkata, aku bermadzhabkan Maliki, maka Zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak
sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki
mengajarkan wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun
kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin
mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal
pula dalam madzhab syafii.
Demikian contoh kecil dari kebodohan orang yang mengatakan bermadzhab tidak wajib,
lalu siapa yang akan bertanggung jawab atas wudhunya? ia butuh sanad yang ia pegang
bahwa ia berpegangan pada sunnah Nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada
Imam Syafii atau pada Imam Malik? atau pada lainnya? atau ia tak berpegang pada salah
satunya sebagaimana contoh diatas.
Dan berpindah – pindah madzhab tentunya boleh – boleh saja bila sesuai situasinya, ia
pindah ke wilayah malikiyyun (malikiyyun orang - orang yang bermadzhab maliki) maka
tak sepantasnya ia berkeras kepala dengan madzhab syafii-nya. Demikian pula bila ia berada
di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari
madzhab lain. wallahu a’lam
II.12.  MENGIRIM PAHALA DAN BACAAN KEPADA MAYIT
1.Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan
المسلمين بين خلف بل بها وينتفع الميت الى تصل الصدقة فان عنهما فليتصدق والديه بر أراد من
الفقيه البصرى الماوردى الحسن أبو القضاة أقضى حكاه ما وأما الصواب هو وهذا
مذهب فهو ثواب موته بعد يلحقه ل الميت أن من الكلم أصحاب بعض عن الحاوى كتابه فى الشافعى
عليه تعريج ول اليه التفات فل المة واجماع والسنة الكتاب لنصوص مخالف بين وخطأ قطعيا باطل
كان اذا  ال  الميت  الى  ثوابها  يصل  ل أنه  العلماء  وجماهير الشافعى  فمذهب والصوم الصلة  وأما
عنه أشهرهما للشافعى قولين فيه فان الولي له أذن من أو وليه عنه فقضاه الميت على واجبا الصوم 80 kenalilah akidahmu 2
ان الصيام كتاب فى المسألة وستأتى يصح أنه أصحابه متأخرى محققى ثم وأصحهما يصلح ل أنه
وقال الميت الى ثوابها يصل ل أنه الشافعى مذهب من فالمشهور القرآن قراءة وأما تعالى الل شاء
جميع ثواب الميت الى يصل أنه الى العلماء من جماعات وذهب الميت الى ثوابها يصل أصحابه بعض
نذر وعليه مات من باب فى البخارى صحيح وفى ذلك وغير والقراءة والصوم الصلة من العبادات
بن عطاء عن الحاوى صاحب وحكى عنها تصلى أن صلة وعليها أمها ماتت من أمر عمر ابن أن
بن الل عبد سعد أبو الشيخ وقال الميت عن الصلة بجواز قال أنهما راهويه بن واسحاق رباح أبى
وقال هذا اختيار الى النتصار كتابه فى المتأخرين أصحابنا من عصرون أبى بن الل هبة بن محمد
طعام من مد صلة كل عن يطعم أن يبعد ل التهذيب كتابه فى أصحابنا من البغوى محمد أبو المام
تصل فانها والحج والصدقة الدعاء على القياس ودليلهم كمال إذنه هذه وكل.
Berkata Imam Nawawi : “Barangsiapa yang ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia
boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh
pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada
ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa – apa yang diceritakan
pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan
beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yang hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit
setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan
kesalahan yg diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash – nash dari Alqur’an dan
Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan
sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yang wajib bagi
mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yang diizinkan oleh walinya,
maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yang lebih masyhur hal ini
tak sampai, namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu sampai, dan
akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafii
bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari sahabat sahabat Syafii
yang mengatakannya sampai, dan sebagian besar ulama mengambil pendapat bahwa
sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an,
ibadah dan yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab : kenalilah akidahmu 2 81
“Barangsiapa yang wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang
wanita yang wafat ibunya yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar
(meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin
Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat
dikirim untuk mayyit,
Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun
dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan kita” maksudnya
dari madzhab syafii) yang muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar
ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam
Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh
bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yang
tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan
sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist - hadits shahih) bahwa itu semua sampai
dengan pendapat yang sepakat para ulama. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal
90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,
dan yang lebih masyhur adalah yang mengatakan tak sampai, namun yang lebih shahih
mengatakannya sampai, tentunya kita mesti memilih yang lebih shahih, bukan yang
lebih masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yang shahih adalah yang mengatakan
sampai, walaupun yang masyhur mengatakan tak sampai, berarti yang masyhur itu dhoif,
dan yang shahih adalah yang mengatakan sampai, dan Imam Nawawi menjelaskan pula
bahwa sebagian besar ulama mengatakan semua amal apahal sampai.
Inilah liciknya orang – orang wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambal”, mereka
menggunting – gunting ucapan para Imam lalu ditampilkan di web – web, inilah bukti
kelicikan mereka, Saya akan buktikan kelicikan mereka:
Lalu berkata pula Imam Nawawi :
وصول على أجمعوا وكذا العلماء باجماع كذلك وهو ثوابها ويصله الميت تنفع الميت عن الصدقة أن
وكذا السلم حج كان اذا الميت عن الحج ويصح الجميع في الواردة بالنصوص الدين وقضاء الدعاء
فالراجح صوم وعليه مات اذا لصوم في العلماء واختلف عندنا األصح على التطوع بحج وصى اذا
وقال ثوابها يصله ل القرآن قراءة أن مذهبنا في والمشهور ،فيه الصحيحة لألحاديث عنه جوازه 82 kenalilah akidahmu 2
حنبل بن أحمد قال وبه ثوابها يصله أصحابنا من جماعة
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit
dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para
ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa – doa, dan pembayaran
hutang (untuk mayyit) dengan nash – nash  yang teriwayatkan masing masing, dan sah
pula haji untuk mayyit bila haji muslim,
Demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yang sunnah, demikian
pendapat yang lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat para
ulama mengenai puasa, dan yang lebih benar adalah yang membolehkannya sebagaimana
hadits – hadits shahih yang menjelaskannya, dan yang masyhur dikalangan madzhab kita
bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat
sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin
Hanbal berpegang pada yang membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim
Juz 7 hal 90).
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :
وثلث الكرسي آية اقرؤوا المقابر دخلتم إذا قال أنه أحمد عن روي وقد القبر ثم بالقراءة بأس ول
ثم القراءة قال أنه عنه وروي ،المقابر ألهل فضله إن اللهم قال ثم الخلص أحد الل هو قل مرار
عن به أبان رجوعا رجع ثم جماعة أحمد عن ذلك نقل بكر أبو قال هشيم عن ذلك وروي بدعة القبر
له فقال بدعة القبر ثم القراءة إن له وقال القبر ثم يقرأ أن ضريرا نهى أحمد أن جماعة فروى نفسه
أبيه عن مبشر فأخبرني قال ثقة قال فلهذا مبشر في تقول ما الل عبد أبا يا الجوهري قدامة بن محمد
أحمد قال بذلك يوصي عمر ابن سمعت وقال وخاتمتها البقرة بفاتحة عنده يقرأ دفن إذا أوصى أنه
يقرأ للرجل فقل فارجع حنبل بن                                  
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari
Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu
katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu
adalah ucapan Imam Ahmad bin Hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad kenalilah akidahmu 2 83
melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai Abu
Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang
perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya),
maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku
dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan
bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad :”katakan pada
orang yang tadi ku larang membaca Alqur’an dikuburan agar ia terus membacanya
lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :
أو صدقة أو حجا أو صوما أو كان صلة لغيره عمله ثواب يجعل أن لإلنسان إن الكنز شرح في وقال
والمشهور انتهى السنة أهل ثم وينفعه ،الميت إلى ذلك ويصل البر أنواع جميع من ذلك قرآن قراءة
بن أحمد وذهب القرآن قراءة ثواب الميت إلى يصل ل أنه أصحابه من وجماعة الشافعي مذهب من
األذكار في النووي ذكره كذا يصل أنه إلى الشافعي أصحاب من وجماعة العلماء من وجماعة حنبل
والمختار المشهور  على القراءة  ثواب  عندنا الميت  إلى  يصل  ل النحوي  لبن المنهاج  شرح وفي
بما للميت الدعاء جاز فإذا دعاء ألنه به الجزم وينبغي قراءته ثواب إيصال الل سأل إذا الوصول
المعنى وهذا الدعاء استجابة على موقوفا فيه األمر ويبقى أولى له هو بما يجوز فألن للداعي ليس
والحي الميت ينفع أنه عليه متفق الدعاء أن والظاهر األعمال سائر في يجري بل بالقراءة يختص ل
كثيرة أحاديث ذلك وعلى وغيرها بوصية والبعيد القريب
“dijelaskan pada syarah Al Kanz, Sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala
amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan
Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah
disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala
pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal, dan kelompok
besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya
sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan
Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai 84 kenalilah akidahmu 2
bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa
tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal
yang lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak
ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup,
keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan
hadits yang sangat banyak”.
 (Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142,  Al majmu’ Syarh Muhadzab lil Imam
Nawawiy Juz 15 hal 522).
Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yang mengatakan pengiriman
amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yang mengatakan bahwa pengiriman
bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah
untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.
Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maa
qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa – apa
yang kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan
seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang
mengatakannya tak sampai.
Kita ahlussunnah waljamaah mempunyai sanad, bila saya bicara fatwa Imam Bukhari, saya
mempunyai sanad guru kepada Imam Bukhari. Bila saya berbicara fatwa Imam Nawawi,
saya mempunyai sanad guru kepada Imam Nawawi, bila saya berbicara fatwa Imam Syafii,
maka saya mempunyai sanad Guru kepada Imam Syafii.
Demikianlah kita ahlussunnah waljamaah, kita tidak bersanad kepada buku, kita mempunyai
sanad guru, boleh saja dibantu oleh buku – buku, namun acuan utama adalah pada guru yang
mempunyai sanad.
Kasihan mereka mereka yang keluar dari ahlussunnah waljamaah karena berimamkan buku,
agama mereka sebatas buku – buku, iman mereka tergantung buku, dan akidah mereka
adalah pada buku – buku.
Jauh berbeda dengan ahlussunnah waljamaah, kita tahu siapa Imam Nawawi, Imam Nawawi
bertawassul pada Nabi saw, Imam Nawawi mengagungkan Rasul saw, beliau membuat kenalilah akidahmu 2 85
shalawat yg dipenuhi salam pada Nabi Muhammad saw, ia memperbolehkan tabarruk dan
ziarah kubur, demikianlah para ulama ahlussunnah waljamaah.
Sabda Rasulullah saw :  “Sungguh sebesar - besar kejahatan muslimin pada muslimin
lainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadi
diharamkan atas mereka karena pertanyaannya” (Shahih Muslim hadits No.2358)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar